Kakawin Nagarakretagama, pupuh VIII-XII, merupakan sumber tertulis yang penting untuk mengetahui gambaran Kota Majapahit sekitar tahun 1350 M. Kota pada masa itu bukanlah kota dalam arti modern, demikian pernyataan Pigeaud (1962), ahli sejarah kebangsaan Belanda, dalam kajiannya terhadap Nagarakretagama karya Prapanca. Ia menyimpulkan, Majapahit bukan kota yang dikelilingi tembok, melainkan sebuah komplek permukiman besar yang meliputi sejumlah komplek yang lebih kecil, di mana satu sama lain dipisahkan oleh lapangan terbuka. Tanah-tanah lapang digunakan untuk kepentingan publik, seperti pasar dan tempat-tempat pertemuan. Tembok batu merah tebal lagi tinggi mengitari keraton. Itulah benteng Keraton Majapahit. Pintu besar di sebelah barat yang disebut "Purawuktra" menghadap ke lapangan luas. Di tengah lapangan itu mengalir parit yang mengelilingi lapangan. Di tepi benteng "Brahmastana”, berderet-deret memanjang dan berbagai-bagai bentuknya. Di situlah tempat tunggu ...
alam hidup ini, manusia senantiasa diingatkan untuk memahami filosofi Kejawen yang berbunyi "Sangkan Paraning Dumadi". Apa sebenarnya Sangkan Paraning Dumadi? Tidak banyak orang yang mengetahuinya. Padahal, jika kita belajar tentang Sangkan Paraning Dumadi, maka kita akan mengetahuikemana tujuan kita setelah hidup kita berada di akhir hayat. Manusia sering diajari filosofi Sangkan Paraning Dumadi itu ketika merayakan Hari Raya Idul Fitri. Biasanya masyarakat Indonesia Dlebih suka menghabiskan waktu hari raya Idul Fitri dengan mudik. Nah, mudik itulah yang menjadi pemahaman filosofi Sangkan Paraning Dumadi. Ketika mudik, kita dituntut untuk memahami dari mana dulu kita berasal, dan akan kemanakah hidup kita ini nantinya. Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak tembang dhandanggula warisan para leluhur yang sampai detik ini masih terus dikumandangkan. Kawruhana sejatining urip/ (ketahuilah sejatinya hidup) urip ana jroning alam donya/ (hidup di dalam alam dunia) beb...
Konon, ada suatu kepercayaan, jika orang (lelaki) Jawa menikah dengan orang (wanita) China kehidupannya akan sengsara. Kenapa ada "konon" itu? Sebab, masih menurut suatu kepercayaan, orang tersebut akan kena "tulah" (kutuk), karena orang China dianggap lebih tua dari orang Jawa. Maksud sesungguhnya, karena "karat"-nya atau derajatnya di alam dunia. Pertanyaannya, benarkah kepercayaan tersebut? Ada sebuah dongengan menarik , sebagai berikut: Jaman dahulu kala (kuno), Tuhan memanggil orang Jawa dan orang China untuk menghadap-Nya. Ketika keduanya sudah sampai, Tuhan memberi dua pilihan kepada keduanya dan memerintahkan untuk memilih. Dua pilihan tersebut adalah negara dan pasar. Tuhan memerintahkan keduanya untuk merembug, siapa yang akan memilih terlebih dahulu, ternyata, hasil kesepakatan, orang Jawa akan memilih duluan. Dengan senang hati, bangga, dan mantap, orang Jawa lantas memilih negara. Si orang China, karena tinggal satu pilihan, maka ia memilih...
Komentar
Posting Komentar