MASTURBASI DAN DAYA SPIRITUAL MENURUT HINDU
ILUSTRASI MASTURB |
Tidak banyak kalangan spiritual Hindu yang
membicarakan masalah masturbasi, yang notabene merupakan masalah pelik bagi
remaja. Kegamangan ini menyebabkan kalangan remaja Hindu mengalami anomi yang
tidak berujung-pangkal. Sementara ahli-ahli agama lain marak membicarakan
perilaku seksual ini. Saudara kita di Islam misalnya, telah menerbitkan buku
berjudul ONANI yang membedah perilaku masturbasi dalam hukum agama mereka.
Saudara Kristen telah membuka blog khusus yang membahas tentang masturbasi
dalam kepercayaan mereka. Agama-agama tersebut dengan jelas melarang kegiatan
tersebut, lalu bagaimana kepastian agama Hindu? Masturbasi bukan lagi hal yang
tabu dan harus dibicarakan khusus dalam suatu forum antarkaum sejenis. Namun
masturbasi, tidak dielakkan lagi sudah menjadi sebuah tren bagi remaja,
bahkan hingga orang dewasa. Ada hal menarik yang patut menjadi pembicaraan
semua kalangan spiritual Hindu mengenai masturbasi, yaitu apakah hal ini
dilarang atau tidak dalam Hindu, mengingat pertimbangan-pertimbangan lain
seperti seks bebas yang membuktikan bahwa remaja semakin tidak bisa
mengontrol dirinya sendiri. Jika masturbasi memang dilarang, apa penyebabnya?
Jika tidak, mengapa? Adakah sumber sastra yang mengatur hal ini? Satu
lagi, jika sastra tidak memperbolehkan hal ini untuk dilakukan, bagaimana
dengan fenomena masturbasi sebagai pengganti seks bebas? Bukankah jika
kita pertimbangkan dengan akal sehat, masturbasi akan lebih baik dilakukan
daripada seorang remaja harus menyia-nyiakan masa depan dengan seks bebas?
MENGAPA MASTURBASI?
Setiap manusia akan memasuki tahap-tahap
perkembangan. Tahapan perkembangan tersebut dimulai ketika ia dilahirkan hingga
mencapai tahapan perkembangan dewasa (25 tahun ke atas).
Perkembangan-perkembangan dalam diri manusia meliputi seluruh aspek diri
manusia, seperti fisik, emosi, intelegensi, dan seksualitas. Perkembangan yang
cukup menyolok terjadi ketika remaja baik perempuan
dan laki-laki memasuki usia antara 9 sampai 15 tahun (masa remaja awal). Pada
saat itu manusia tidak hanya tumbuh menjadi lebih tinggi dan lebih besar saja,
tetapi perubahan-perubahan juga terjadi di dalam tubuh yang memungkinkan untuk
bereproduksi atau berketurunan. Perubahan ini dikenal dengan perkembangan
seksualitas.
Dalam perkembangan
seksualitas, manusia akan memiliki dorongan seks sebagai hasil reaksi
hormon-hormon seks dalam tubuh. Dorongan seks adalah keinginan untuk melakukan
hubungan seksual yang sering disebut sebagai birahi. Dorongan seks memerlukan
pemuasan, yaitu dengan melakukan hubungan seks. Dalam kehidupan manusia yang
dilandasi agama, moral, dan nilai-nilai masyarakat, hubungan seksual hanya
boleh dilangsungkan ketika seseorang telah menikah (meskipun dewasa ini aturan
seperti ini cenderung dilanggar). Untuk memuaskan dorongan seksual tersebut,
banyak yang melakukan rangsangan sendiri yang disebut masturbasi.
Menurut BKKBN, masturbasi diartikan
sebagai perilaku merangsang diri sendiri untuk
memperoleh kenikmatan seksual. Demikian halnya menurut Wikipedia yang
menyatakan bahwa masturbasi adalah rangsangan disengaja yang dilakukan
pada organ alat kelamin untuk memperoleh kenikmatan dan kepuasan seksual.
Masturbasi biasa dilakukan, khususnya oleh remaja baik
laki-laki maupun perempuan. Namun demikian menurut penelitian, laki-laki lebih
banyak melakukan masturbasi dari pada perempuan. Hal ini terjadi karena bagian
alat kelamin laki-laki sebagian besar berada di luar tubuh, seperti penis dan
skrotum. Sementara pada perempuan lebih merupakan organ dalam seperti rahim dan
indung telur. Keadaan ini memudahkan laki-laki untuk merangsang alat kelaminnya
sendiri. Sebuah penelitian menyatakan bahwa 95% laki-laki dan 89% perempuan
pernah melakukan masturbasi.
Thomas Szasz, seorang psikolog
Amerika kelahiran Hongaria menyatakan bahwa masturbasi pada abad ke-19 adalah
penyakit, namun pada abad 20 adalah pengobatan. Ini dapat dimengerti karena
pada abad 20 penyakit kelamin sudah semakin merajalela seiring dengan semakin
maraknya seks bebas. Karena itu, masturbasi yang memang adalah salah satu jalan
pemuasan dorongan seksual menjadi sebuah alternatif yang aman. Menurut ilmu
kedokteran, perilaku ini
bukanlah perilaku seksual menyimpang. Namun, orang-orang yang melakukannya
(khususnya remaja) sering merasa bahwa masturbasi dapat mengundang datangnya
hal-hal buruk pada diri yang bersangkutan. Selain itu, masturbasi konon dapat
menurunkan daya ingat. Banyak remaja yang setelah bermasturbasi muncul perasaan
bersalah dan berdosa dalam pikiran mereka. Sebagian kalangan berpendapat hal
tersebut hanya perasaan seseorang sebagai akibat benturan antara dorongan
seksual dengan norma-norma agama yang tidak perlu dirisaukan. Ini berakibat
pada pemahaman tentang masturbasi sebagai perilaku yang boleh saja dilakukan
tanpa memandang akibatnya.
Sebaiknya, agar tidak memunculkan perilaku
yang membabi buta, mitos-mitos masturbasi tersebut perlu dikaji ulang. Bagi
Hindu sendiri, setiap perbuatan manusia, baik disengaja maupun tidak akan
membawa akibatnya sendiri. Akibat yang akan diterima tidak hanya dari segi
fisik saja, tetapi juga dari aspek spiritual (kejiwaan). Masturbasi sebagai
sebuah perbuatan juga pasti akan mendatangkan akibat secara fisik dan
spiritual. Oleh karena itu, ada baiknya perilaku masturbasi ini dikaji kembali
dari sudut pandang spiritual.
BAGAIMANA SEBENARNYA HINDU MENANGGAPI HAL INI?
Tidak diragukan lagi bahwa Veda adalah
kitab suci terlengkap di jagad raya. Veda merangkum segala pengetahuan yang
diperlukan manusia untuk mengarungi kehidupan materi maupun rohani. Veda
menguraikan segala hal dari Tuhan yang suci dan absolut hingga bagaimana
memuaskan diri dalam Vatsyayana Kamasutra. Jika metode seks saja ada dalam Veda
Smrti Kamasutra, bagaimana katalog masturbasi bisa tidak muncul?
Veda, khususnya pada kitab Sutra banyak
membahas permasalahan seks, namun sangat sedikit membahas tentang masturbasi.
Hal ini memunculkan istilah Hindu yang diam terhadap perilaku
masturbasi. Namun sesedikitnya sumber mengenai hal ini, ada beberapa rujukan
sastra mengenai masturbasi seperti yang terdapat dalam Manava Dharmasastra bab
II sloka 180 yang menyatakan bahwa perilaku masturbasi sama dengan
menyia-nyiakan kelaki-lakikan.
Ekah shayita sarvatrana
retah skandayet kvacit;
Kamaddhi skandyan reto
hinasti vratam atmanah
.
(Manava Dharmasastra II.180)
Hendaknya ia (siswa) tidak sendirian,
tidak pernah
menyia-nyiakan kelaki-lakiannya.
Karena yang dengan sengaja
menyia-nyiakan kelakiannya
(onani) adalah melanggar pantangan.
Dari uraian sloka di atas, jelas-jelas
Dharmasastra tidak menganjurkan perilaku masturbasi khususnya bagi siswa
yang sedang menuntut ilmu, walaupun masturbasi menurut sastra tidak sama dengan
hubungan seks. Aturan yang hampir sama juga disampaikan dalam Visnu
Dharmasastra bab XXVIII sloka 48. Dengan demikian, jelaslah bahwa Hindu
tidak diam ketika berhadapan dengan masalah masturbasi. Agama Hindu tidak
melarang dengan tegas kegiatan masturbasi, tetapi juga tidak menganjurkan.
Inilah salah satu keunikan Hindu. Ia tidak pernah memaksa umatnya untuk terpaku
ke dalam dogma-dogma. Hindu memberikan kebebasan kepada pemeluknya asalkan sang
pemeluk ingat dan sadar akan akibat dari setiap perbuatannya. Agama Hindu
mendidik umatnya tidak dengan aturan ketat dan sanksi-sanksi dalam kitab suci,
tetapi mendidik dengan membibing umatnya untuk belajar dari akibat perbuatan
sebelumnya. Inilah sebenarnya yang disebut pendidikan karma phala. Hindu
membimbing umatnya untuk maju selangkah demi selangkah ke level kesadaran akan
baik-buruk perbuatan dengan mengajak umat belajar dari memetik langsung akibat
perbuatannya. Dengan demikian, kesadaran baik-buruknya perbuatan akan tertanam
di hati umat, sehingga umat akan melaksanakannya dengan kesadaran hati, bukan
karena iming-iming surga dan takut neraka. Dalam kitab sucinya,Hindu
memberikan penjelasan-penjelasan mendalam mengenai konsekuensi jika seseorang
melakukan suatu perbuatan. Selanjutnya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada umat:
apakah perbuatan itu akan dilakukan atau tidak berdasarkan risiko-risiko
tersebut?
Hal yang sama berlaku pula dalam perilaku
masturbasi. Inilah yang menimbulkan prasangka bahwa Hindu dikatakan diam ketika
berhadapan dengan permasalahan masturbasi. Padahal, Hindu sedang
mendidik dengan cara lain. Di saat orang-orang menutup telinganya terhadap
nasihat-nasihat yang baik, mereka setidaknya akan tahu makna nasihat-nasihat
tersebut dengan mengalami dan merasakan akibatnya sendiri. Dengan itu, ia akan
tahu mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak.
Terkait dengan masturbasi, terdapat
beberapa konsekuensi yang perlu diperhatikan sebelum perbuatan tersebut
terlanjur dilakukan:
1) Seorang siswa remaja dituntut untuk
mengoptimalkan ojas shakti atau kekuatan pikiran yang nantinya sangat
berguna dalam menuntut ilmu. Ojas shakti adalah kekuatan mental yang mana
dengan meningkatkan kekuatan tersebut, seseorang akan memiliki daya ingat yang
luar biasa dan dapat menerima energi-energi spiritual yang suci. Ketika
seseorang bermasturbasi dan mengalami orgasme, tubuh akan menghabiskan banyak
energi. Orgasme ini akan bermanfaat apabila terjadi pada saat hubungan kelamin
yang sah antara suami dan istri. Namun dalam masturbasi, orgasme hanya
membuang-buang tenaga. Ketika peristiwa orgasme terjadi, ojas shakti atau
energi pikiran ikut terkuras. Maka dari itu, setelah orgasme baik pada saat
masturbasi atau hubungan seks, umumnya seseorang mengalami keletihan fisik dan
mental. Keletihan fisik terjadi karena kontraksi otot daerah kelamin
membutuhkan energi sebanding dengan energi yang dibutuhkan pemain tenis dalam
dua set pertandingan. Keletihan mental terjadi karena terkurasnya ojas shakti.
Terkurasnya ojas shakti menyebabkan kemunduran dalam daya ingat. Terkurasnya
ojas shakti juga menyebabkan cahaya (aura) spiritual di badan memudar dan rasa
percaya diri yang menurun. Sekalipun ojas shakti dapat meningkat kembali, itu
memerlukan usaha secara spiritual dengan meditasi, japa, kirtanam (bhajan),
sembahyang, dan diet makanan seimbang.
2) Mengenai masturbasi sebagai penyia-nyiaan
terhadap kelaki-lakian mungkin dapat dikaitkan dengan peristiwa orgasme. Dalam
sastra dikenal adanya pengekangan terhadap nafsu kelamin (upasthanigraha).
Kelamin hendaknya tidak dipermainkan sembarangan karena melalui
penggabungan antara dua kelamin (purusha-pradhana) akan terbentuk kehidupan.
Jadi, hendaknya kelamin sebagai lambang kehidupan dan regenerasi tidak
diperlakukan sembarangan. Dalam alat kelamin terdapat unsur pembentuk kehidupan
yaitu air mani pada laki-laki dan sel telur pada perempuan. Dalam air mani
terkandung jutaan sel sperma yang dalam setiap sel terdapat jiwa yang
menghidupinya. Air mani juga merupakan lambang kelaki-lakian yang berfungsi
membuahi sel telur. Ketika seseorang bermasturbasi dan mengalami orgasme, air
mani yang keluar akan tersia-siakan. Itu berarti lambang-kelaki-lakian juga
disia-siakan. Selain itu, air mani mengandung jiwa-jiwa yang hidup, dengan
demikian jiwa-jiwa cikal-bakal benih kehidupan tersebut juga terbuang percuma.
3) Meskipun tidak disamakan dengan hubungan
seksual, pengeluaran air mani semasa brahmacari dikatakan melanggar pantangan.
Pantangan yang dimaksud adalah pantangan bagi seorang wajib belajar untuk tidak
menghumbar nafsu.
4) Dalam sebuah situs Ayurveda, masturbasi
memang merupakan perilaku yang menyehatkan, sama seperti seks dalam Kamasutra.
Namun, apa yang berlebihan pasti tidak baik. Masturbasi berlebihan dapat
meningkatkan kinerja saraf simpatik dan memperbanyak produksi zat
neurotransmiter berupa asetilkolin, dopamin, dan serotonin. Peningkatan jumlah
hormon seks juga akan terjadi. Apabila masturbasi terus-menerus dilakukan, akan
terjadi perubahan kimiawi besar-besaran dalam tubuh. Perubahan kimiawi tersebut
menimbulkan gejala pusing, rasa lelah yang terus-menerus, penurunan daya ingat,
sakit pinggang, kerontokan rambut, impotensi, ejakulasi dini, pengelihatan yang
buruk, sakit pada testis atau pada selangkangan, serta sakit pada pinggul dan
tulang ekor.
Pemerian tentang risiko masturbasi di atas
dikaji dari segi spiritual-religius. Secara ilmu kesehatan modern, masturbasi
juga dapat menyebabkan penyakit kelamin walaupun telah dinyatakan bahwa
masturbasi adalah tindakan yang aman. Dr. Sjaiful
Fahmi Daili, Sp.K.K dalam wawancara dengan tabloid Hai menyatakan bahwa
penyakit yang muncul akibat masturbasi dapat berupa penyakit infeksi dan
alergi. Penyakit infeksi timbul karena perilaku masturbasi yang tidak bersih,
seperti penggunaan alat-alat yang tidak higienis dan cara bermasturbasi yang
beresiko menyebabkan luka pada alat kelamin. Alergi biasanya timbul karena
penggunaan zat-zat yang tidak cocok dengan kulit sebagai “pelumas”.
Demikian beberapa konsekuensi
dari masturbasi yang dapat dihimpun dari berbagai sumber sastra Hindu maupun
dari literatur kesehatan modern. Sekarang keputusan ada pada para umat untuk
menyikapinya. Satu hal yang perlu mendapat perhatian bagi kita semua adalah
bahwa setiap perbuatan dalam kehidupan di dunia material pasti membawa
konsekuensinya masing-masing. Setiap perbuatan pasti memiliki isi baik dan
buruk, tergantung dalam situasi dan waktu yang bagaimana kita melakukan
perbuatan tersebut. Seorang tentara yang membunuh musuh yang mengancam
keselamatan suatu negara adalah perbuatan benar dan berpahala besar meskipun
membunuh itu dilarang. Namun, seseorang yang membunuh rekannya karena marah
adalah sebuah dosa besar. Demikian pula masturbasi. Memang benar masturbasi
dapat menjadi perbuatan yang dianjurkan dan dapat pula dilarang karena dosa.
Semuanya tergantung bagaimana dan pada saat apa perbuatan tersebut dilakukan.
Jika seseorang dihadapkan kepada seks bebas yang penuh risiko dan merusak masa
depan, sekiranya masturbasi dapat dilakukan sebagai pengganti demi mencegah
perbuatan yang lebih merusak itu. Dikatakan dalam itihasa, bahwa setiap manusia
tidak sempurna, jadi pasti akan juga pernah masuk neraka. Namun sekarang kita
jelas bisa menebak neraka mana yang lebih mengerikan: neraka yang akan
dikunjungi akibat seks bebas atau akibat masturbasi?
Sekalipun demikian, hendaknya
kita tidak menjadikan masturbasi sebagai suatu kebiasaan. Banyak orang yang
melampiaskan segala sesuatu dengan masturbasi, dan itu bisa dikatakan melanggar
aturan. Lama-kelamaan, perilaku tersebut akan menjadi kebiasaan dan menyebabkan
bertambahnya papa atau dosa kita yang dapat menjerumuskan kita ke
tingkatan kehidupan yang lebih rendah. Selain itu, masturbasi juga
membuang-buang waktu yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk berkreasi secara
positif. Kita sebagai manusia, yang dianugerahi kelebihan oleh Yang Kuasa
hendaknya tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Sedapat mungkin, (walaupun
kita memiliki otoritas dalam berbuat yang terbaik buat kita) masturbasi dan
juga seks bebas dihindari demi peningkatan mutu kehidupan fisik-spiritual dalam
mencapai kebahagiaan materi dan rohani (jagadhita dan moksha).
MENGURANGI KEBIASAAN: MENGAPA SAAT PURNAMA DAN
TILEM?
Masa remaja dikatakan masa di mana seorang
anak berada dalam masa yang serba labil. Emosi, fisik, kepribadian,
intelegensi, bahkan dorongan seksual pun sangat labil pada masa ini. Ini
disebabkan oleh hormon seksual yang mulai diproduksi oleh tubuh mengalami
penyesuaian. Remaja mulai belajar menerima dirinya yang sedang mengalami
perubahan, termasuk mulai mengeksplorasi dirinya. Terkait dengan eksplorasi
tubuh, organ seks adalah obyek yang mendapat perhatian khusus. Diperkuat oleh
dorongan seksual, remaja khususnya akan mulai menjelajahi dan mengenal fungsi
organ-organ seksnya. Tidak jarang eksplorasi yang tanpa pemetaan yang benar itu
berbuah kehamilan di luar nikah, prostitusi, dan aborsi. Inilah salah satu hal
dari perkembangan remaja yang perlu mendapat perhatian pranata sosial untuk
ditindaklanjuti.
Pengekangan terhadap dorongan nafsu adalah
hal yang tidak mudah dilakukan, bahkan oleh orang suci sekalipun. Seseorang
dalam mengekang hawa nafsunya melakukan berbagai cara, mulai dari meditasi,
puasa, kirtanam, japa, menyiksa diri, hingga memotong alat kelaminnya sendiri
seperti kasus yang dilakukan seorang pendeta Budha di Thailand tahun 2006 lalu.
Pengekangan terhadap hawa nafsu juga hendaknya menjadi fokus utama bagi seorang
Brahmacari. Tidak hanya bagi brahmacari, seluruh manusia dianjurkan oleh sastra
untuk mengekang hawa nafsu, karena dari nafsu muncul loba, dari loba
(ketamakan) muncul kemarahan. Ketiganya adalah pintu masuk VIP ke neraka.
Kemunculan hawa nafsu memang tidak dapat ditebak.
Nafsu selalu ada dalam diri sebagai musuh terbesar yang harus ditaklukkan
manusia seperti yang dinyatakan dalam Kakawin Ramayana karya Mpu Yogiswara.
Nafsu akan terus ada, namun ia seperti gelombang. Kadang nafsu sangat besar,
namun beberapa saat kemudian turun dan mereda kembali. Demikian pula dorongan
seksual. Setiap makhluk memiliki dorongan seksual, namun anehnya manusia
memiliki potensi yang lebih besar untuk terhanyut di dalamnya. Jika hewan
menggunakan dorongan seksualnya hanya untuk berkembang biak, manusia
menggunakannya juga untuk kesenangan.
Sebenarnya, tinggi-rendahnya dorongan
seksual (libido) selain oleh situasi dalam diri, dipengaruhi juga oleh keadaan
alam. Filsafat Hindu menguraikan tentang hubungan yang erat antara manusia
(mikrokosmos) dan alam semesta (makrokosmos). Apa yang terjadi di makrokosmos
terjadi pula di mikrokosmos. Jika makrokosmos mengalami kerusakan, maka
kerusakan juga menjalar pada mikrokosmos. Nafsu dan libido seksual juga
dipengaruhi oleh keadaan makrokosmos, yaitu oleh keberadaan bulan. Hal
ini diperkuat oleh beberapa remaja yang pernah melakukan masturbasi yang
mengaku dorongan seks mereka memuncak ketika purnama dan tilem. Demikian pula
pada saat hari-hari rerahinan seperti kajeng kliwon dan tumpek. Hal ini
memang masuk akal jika dikaji berdasarkan hubungan makro-mikro tadi.
Bulan menurut kajian Hindu memang benar
dapat memengaruhi pikiran manusia, seperti yang dipaparkan Niken Tambang Rara
dalam bukunya “Purnama Tilem: Rahasia Kasih Rwa Bhineda” sebagai berikut.
Bulan Purnama dan Bulan Tilem juga sering
diistilahkan dengan hati atau pikiran manusia yang sedang menyusut dan
terang-benderang. Dengan perumpamaan yang berbasis pada kekuatan kala (waktu).
Bulan disimboliskan dengan Ketua Dewatanya pikiran (Candrama Manaso Jatah).
Itulah sebabnya terkadang hati dan pikiran seseorang bisa menyamai sifat-sifat
kedewataan. Jadi bisa dikatakan bahwa, jika pikiran seseorang sedang keruh,
dirasuki oleh sifat-sifat angkara murka, maka diistilahkan Bulan Dewatanya
sedang menyusut menuju dapa kegelapan (Tilem) (Niken Tambang Raras, 2004 : 12).
Susutnya bulan, atau periode menuju bulan
mati (sering disebut krsnapaksa) memiliki pengaruh terhadap penyusutan pikiran
manusia. Sebaliknya pada saat periode menuju pulan purnama (suklapaksa)
memengaruhi pikiran menjadi lebih ekstrem. Pada saat bulan mati (tilem),
pikiran yang menyusut menjadi kosong dan akan dengan sangat mudah dirasuki oleh
pengaruh sadripu. Oleh karena itu, pada saat Tilem seseorang dianjurkan untuk
mengingat nama Tuhan. Sedangkan pada saat purnama, apa yang dipikirkan akan
berlipat ganda kekuatannya. Jika seseorang memikirkan Tuhan, maka pikirannya
itu akan menjadi semakin kuat, sebaliknya jika ia memikirkan hal-hal buruk,
keburukan juga akan berlipat ganda dalam pikirannya.
Kekuatan sinar bulan yang demikian kuat
memengaruhi pikiran menjadi alasan mengapa dua orang yang sedang jatuh cinta
dilarang bertemu dan berkasih-kasihan pada saat malam bulan purnama. Perasaan
cinta tersebut akan berlipat ganda menjadi nafsu yang menggebu-gebu, dan
akhirnya dapat berakibat terjadinya hal mesum. Tidak hanya pasangan yang belum
menikah, pasangan suami-istri pun dilarang tidur dalam satu kamar pada saat
purnama dan tilem karena kesucian hari akan tercemar apabila terjadi
persetubuhan. Dari hasil persetubuhan yang salah waktu tersebut akan
lahir anak yang cacat, penyakitan, dan berperilaku jahat (kuputra) karena
pembuahan terjadi di waktu yang tidak tepat. Kitab Sarasamuccaya dan Manava
Dharmasastra adalah contoh sastra yang mengatur hari-hari yang tepat dan
tidak tepat melakukan hubungan seksual agar tercipta keturunan yang suci.
Peningkatan libido pada saat bulan purnama
dan tilem secara ilmiah mungkin dapat dijelaskan seperti ini. Tubuh manusia
terdiri atas 70% air yang berbentuk darah, cairan tubuh, keringat, enzim, dan
air seni. Seperti air pada makrokosmos, air dalam tubuh manusia pun dapat
ditarik oleh gaya gravitasi bulan. Ketika bulan purnama, air di pesisir pantai
barat akan pasang, sementara air di pesisir pantai timur akan surut. Pengaruh
tersebut terjadi juga terhadap air di tubuh manusia. Gravitasi bulan dapat
memengaruhi sistem hormon dan sirkulasinya dalam tubuh. Jika sistem hormon
terangsang dan dipengaruhi juga oleh pikiran, timbullah dorongan-dorongan baik
positif maupun negatif. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika libido
memuncak pada bulan purnama dan tilem. Ketika pengendalian diri tidak ada,
seseorang akan mencari cara untuk memuaskannya, seperti dengan bermasturbasi.
Bagaimanapun juga, nafsu yang terlalu
besar perlu dikurangi, termasuk melakukan masturbasi. Bermasturbasi pada hari
purnama, tilem, dan rerahinan lain dapat menodai kesucian diri sendiri selain
menodai kesucian hari. Hendaknya purnama dan tilem diisi dengan
pemikiran-pemikiran tentang Tuhan dan hal-hal yang suci. Biasakanlah
mengucapkan nama Tuhan berulang-ulang (namasmaranam), meditasi, berjapa, atau
menyanyikan kidung pada hari-hari seperti itu. Satu hal lagi, alangkah baiknya
bila persembahyangan bersama di pura saat purnama dan tilem tidak dilakukan
bersama pacar.
Berdasarkan uraian di atas tentang gejolak
nafsu dalam hubungannya dengan kekuatan bulan serta risiko-risiko melakukan
perbuatan kotor pada hari-hari itu, ada beberapa solusi untuk menenangkan
dorongan nafsu:
1. Berpuasalah pada purnama dan tilem. Para yogi menyarankan agar
seseorang melakukan puasa ketika purnama dan tilem. Pada saat itu sistem ritmik
tubuh terganggu, sehingga perlu diseimbangkan dengan jalan berpuasa.
2. Biasakan mengidungkan nama Tuhan pada hari-hari tersebut. Nama-nama
Tuhan sangat banyak jumlahnya, dan dapat dipilih sesuai keinginan.
3. Mulailah hari dengan mengucapkan nama Tuhan. Ketika bangun pagi,
ucapkan sebuah-dua buah nama Tuhan. Ini adalah suatu kepercayaan yang mana jika
hari dimulai dengan kesucian, maka kesucian itu akan berpengaruh dalam satu
hari itu.
4. Hindari memikirkan, membicarakan, atau melakukan hal-hal kotor.
5. Bersembahyang dengan ikhlas. Jangan bersembahyang jika tidak ada
minat bersembahyang. Lebih baik mengidungkan lagu-lagu suci.
6. Lakukanlah meditasi.
7. Buatlah komitmen untuk bertahan dari gejolak nafsu. Ucapkan komitmen
untuk bertahan tersebut pada saat purnama sehingga kekuatannya meningkat.
Masih ada beberapa cara lain untuk
mencegah bergejolaknya nafsu. Cara itu dapat berupa mengontrol makanan dengan
diet vegetarian, memperbanyak minum air murni, dan jika memungkinkan ikutlah
dalam kursus-kursus meditasi dan yoga.
Pada dasarnya, hal terpenting dari
pengendalian dorongan bermasturbasi bukan terletak pada seberapa sering kita
mengucapkan doa, berpantang makanan, dan melakukan olah raga, tetapi yang
paling diperlukan dalam mengekang nafsu untuk bermasturbasi adalah komitmen.
Veda menyatakan bahwa pikiran adalah rajendriya, yaitu penggerak segala
indriya. Pikiran menjadi pusat kontrol segala aktivitas indera, termasuk konrol
nafsu dan keinginan. Oleh karena itu, jalan terbaik adalah dengan memusatkan
pikiran dan menjauhkannya dari hal-hal yang dapat membangkitkan dorongan nafsu.
Namun perlu diingat bahwa tidak selamanya nafsu itu merugikan. Nafsu justru
akan sangat berguna dalam meniti kehidupan. Hanya saja, nafsu harus dikekang
dan ditundukkan, jangan sampai kita sendiri yang ditundukkan oleh nafsu.
RITUAL UNTUK PRAYASCITTA
Ritual prayascitta adalah ritual penyucian
diri secara jasmani dan rohani. Ritual prayascitta tidak hanya dilakukan untuk
menyucikan benda-benda dan alam, tetapi manusia pun perlu dibersihkan. Manava
Dharmasastra menyatakan bahwa tubuh dibersihkan dengan air, pikiran dibersihkan
dengan kejujuran, jiwa dibersihkan dengan ilmu dan tapa, kecerdasan dibersihkan
dengan pengetahuan. Pembersihan unsur-unsur diri ini sangat penting karena
manusia perlu meningkatkan kesuciannya agar dapat lebih mendekatkan diri dengan
Tuhan.
Beberapa kitab Dharmasastra seperti Manava
Dharmasastra dan Visnu Dharmasastra serta kitab Bhagavatam mengutarakan
mengenai ritual-ritual penyucian bagi seorang siswa yang telah mengeluarkan air
maninya. Kitab Bhagavatam menganjurkan siswa tersebut melakukan pemandian
sebelum mengikuti pelajaran lagi, sementara Visnu Dharmasastra (bab XXVIII
sloka 48 dan 49) menganjurkan prayascitta khusus bagi seorang siswa yang
melakukan persetubuhan dalam masa belajarnya untuk mengemis ke tujuh rumah
dengan mengenakan pakaian dari kulit keledai sambil mengakui perbuatannya.
Tentunya dosa-dosanya tidak hilang sepenuhnya dengan jalan seperti itu.
Bagaimanapun, bersetubuh sebelum menikah adalah sebuah dosa besar.
Sementara Manava Dharmasastra bab II sloka
181 menguraikan tentang ritual penyucian yang harus dilakukan oleh seorang
siswa yang mengalami mimpi basah.
Svapne siktva brahmacari
dvijah shukramakamatah;
Snatvarkamarcayitva trih
Punarmamityrcam japet.
Seorang siswa dwijati yang dengan tidak
sengaja
telah menyia-nyiakan kelaki-lakiannya pada waktu
tidur, harus memuja Sang Hyang Surya dan kemudian
tiga kali mengucapkan mantra Rik yang mulai dengan
ucapan “berikanlah kekuatanku kembali lagi
kepadaku”.
Dalam sloka di atas terdapat kata siswa
dwijati. Siswa dwijati dapat diartikan siswa yang telah diwinten melalui
upacara Upanayana. Siswa yang beragama Hindu dewasa ini biasanya diwinten
secara massal ketika pertama kali bersekolah, yaitu bertepatan dengan acara
matur
piuning di parahyangan sekolah. Mantra Rik yaitu mantra yang terdapat dalam
Rigveda, yang kita ketahui adalah Mantra Gayatri yang terdapat dalam Rigveda
Mandala III, sukta 62, mantra 10. Kita kenal juga Gayatri mantra sebagai mantra
pertama dalam trisandhya. Kekuatan yang diminta kembali mungkin dapat diartikan
sebagai ojas shakti. Dikatakan bahwa Surya dan energinya yaitu Savita adalah
dewata penguasa ojas shakti dan dipuja melalui mantra-mantra Rig
khususnya Gayatri Mantram. Gayatri ditujukan kepada aspek Savita, atau
cahaya Tuhan yang mengandung energi spiritual.
Demikian beberapa penjelasan dan
paparan mengenai masturbasi dalam Hindu. Semoga tulisan ini berguna untuk
semuanya. Literatur Hindu mengenai masturbasi sangat minim, sehingga tulisan
ini pun perlu perbaikan agar menjadi lebih baik dan lebih sempurna. Namun
sebuah usaha kecil sangat berarti daripada diam berpangku tangan.
bagaimana, udah selesai nyimaknya, sekarang ini semua kembali kapada para pembaca bagaimana menykapinya. Saya hanya mempostkan refrensi dari I.B. Arya Lawa
Manuab.
Komentar
Posting Komentar