Postingan

Paradoks Semar

Gambar
P ARA pencinta wayang kulit Jawa tentu tak asing lagi dengan tokoh Semar. Setiap pertunjukan tokoh ini selalu hadir. Semar dan anak-anaknya selalu menjadi pelayan atau pembantu kesatria yang baik, umumnya Arjuna atau anak Arjuna, penengah Pandawa. Semar adalah sebuah filsafat, baik etik maupun politik. Di balik tokoh hamba para kesatria ini, terdapat pola pikir yang mendasarinya. Tokoh Semar juga disebut Ismaya, yang berasal dari Manik dan Maya. Manik itu Batara Guru, Maya itu Semar. Batara Guru menguasai kahiyangan para dewa dan manusia, sedangkan Semar menguasai bumi dan manusia. Manik dan Maya lahir dari sebuah wujud sejenis telur yang muncul bersama suara genta di tengah-tengah kekosongan mutlak (suwung-awang-uwung). Telur itu pecah menjadi kenyataan fenomena, yakni langit dan bumi (ruang, kulit telur), gelap dan terang (waktu, putih telur), dan pelaku di dalam ruang dan waktu (kuning telur menjadi Dewa Manik dan Dewa Maya). Begitulah kisah Kitab Kejadian masyarakat Jawa. Kenyataa

Alas Katonggo ???

Gambar
B udaya Jawa menyimpan dan menyelinapkan tabir-tabir misteri sebagai inspirasi spirit dan mental yang berwujud sanepan dengan makna yang tersirat, bukan tersurat bagi generasi-nya, agar tidak lengkang oleh perkembangan zaman. Alas Ketonggo sebagai satu contoh yang tempatnya menyimpan legenda dan mitos di dalam angan-angan dan impian di dalam pikiran, perasaan dan budi. Ada banyak masyarakat yang hanyut pengertian dan pengetahuannya untuk meyakini dan mempercayai Alas Ketonggo dengan makna tersurat atau lahiriah. Hingga tidak tanggung-tanggung secara mentah menjadikan Alas Ketonggo sebagai ajang pencarian inspirasi demi perkembangan mental dan spiritnya. Dimanakah letak yang hakiki untuk menyikapi Alas Ketonggo, secara tersurat atau tersirat? Guratan tinta inilah yang akan mengupas tuntas apa yang seharusnya kita mengerti dan pahami agar diri kita tidak tersesat di dalam pengetahuan dan pengertian. Alas Ketonggo secara lokasi atau obyek bertempat di Alas Purwo. Selain itu di Kalasan Yog

Apakah Itu Rasa ???

Gambar
B anyak orang yang bertanya, mengapa dalam mempelajari Agama mesti harus mengenal Rasa ? Memang kalau hanya sampai pada tingkat DHARMA, bab rasa tidak pernah dibicarakan atau disinggung. Tetapi pada tingkat Tarekat keatas bab rasa ini mulai disinggung. Karena bila belajar ilmu Agama itu berarti mulai mengenal siapa Sang Percipta itu. Karena HYANG WIDHI maha GHOIB maka dalam mengenal hal GHOIB kita wajib mengaji rasa. Jadi jelas berbeda dengan tingkat DHARMA yang memang mengaji telinga dan mulut saja.Dan mereka hanya yakin akan hasil kerja panca inderanya.Bukan Batin! Bab rasa dapat dibagi dalam beberapa golongan .Yaitu : RASA TUNGGAL, SEJATINYA RASA, RASA SEJATI, RASA TUNGGAL JATI. Mengaji Rasa sangat diperlukan dalam mengenal GHOIB.Karena hanya dengan mengaji rasa yang dimiliki oleh batin itulah maka kita akan mengenal dalam arti yang sebenarnya,apa itu GHOIB. 1. RASA TUNGGAL Yang empunya Rasa Tunggal ini ialah jasad/jasmani. Yaitu rasa lelah, lemah dan capai. Kalau Rasa lapar dan hau

Serat Darmagandhul

BEBUKA S inarkara sarjunireng galih, myat carita dipangiketira, kiyai Kalamwadine, ing nguni anggeguru, puruhita mring Raden Budi, mangesthi amiluta, duta rehing guru, sru sĂȘtya nglampahi dhawah, panggusthine tan mamang ing lair batin, pinindha lir Jawata. Satuduhe Raden Budi ening, pan ingembun pinusthi ing cipta, sumungkem lair batine, tan etung lebur luluh, pangesthine ing awal akhir, tinarimeng Bathara, sasedyanya kabul, agung nugraheng Hyang Suksma, sinung ilham ing alam sahir myang kabir, dumadya auliya. Angawruhi sasmiteng Hyang Widdhi, pan biyasa mituhu susetya, mring dhawuh weling gurune, kedah medharken kawruh, karya suka pireneng jalmi, mring sagung ahli sastra, tuladhaning kawruh, kyai Kalamwadi ngarang, sinung aran srat Darmagandhul jinilid, sinung tembang macapat. Pan katemben amaos kinteki, tembang raras rum seya prasaja, trewaca wijang raose, mring tyas gung kumacelu, yun darbeya miwah nimpeni, pinirit tinuladha, lelepiyanipun, sawusnya winaos tamat, linaksanan tinedhak