Realigi

I. Histori Religi

Sejarah Religi Manusia sangat paralel dengan sejarah perkembangan sosial maupun perkembangan wawasan berpikir manusia terhadap pengetahuan maupun teknologi.
Kehidupan yang kita alami sekarang ini merupakan hasil rangkaian kehidupan masa lalu. Demikian pula sejarah perkembangan religi juga merupakan rangkaian kehidupan manusia awal mereka hadir dimuka bumi sampai manusia menemukan hakekat atau pengertian dasar mengenal Penciptanya/Pelindung istilah agama adalah Tuhan atau Dewa (GOD).
Religi berasal dari bahasa latin “Religio” yang berasal dari kata “Re-Ligare” yang berarti Re kembali, mengulang dan Ligare mengikat. Sehingga yang dimaksud dengan ber-Religi adalah mengikatkan kembali pada penciptanya.
“A Religion is a set of stories, symbols, beliefs, and practice, often with a supernatural quality, that give meaning to the practitioner’s Experiences of life trough reference to an Ultimate Power or reality.”(Religi adalah satu rangkaian dari perjalanan sejarah berupa symbol-symbol kepercayaan serta kegiatan-kegiatan yang terkadang dengan kekuatan-kekuatan supranatural yang memberi arti kepada pelaku/pengikut ajaran berupa pengalaman tentang peristiwa kehidupan yang mengartikan dalam bentuk nilai-nilai kekuatan tak terbatas atau kekuatan besar yang mencerminkan suatu kebenaran hakiki).
Pandangan lain tentang prinsip-prinsip ketuhanan adalah istilah agama, dimana mengandung pengertian adanya system atau prinsip kewajiban yang bertalian dengan tata nilai ajaran kitab suci. Agama berarti Tradisi. Agama berasal dari bahasa Sansekerta. Sedangkan kata agama berasal dari A berarti tidak dan Gama berarti kacau (chaos), secara Entimologis pengertiannya tidak kacau.


Kata Agama cenderung diyakini oleh bangsa-bangsa di India dan Asia Timur (Tiongkok) sebagai istilah yang tepat sedangkan Bangsa Arab lebih tepat menggunakan kata “dienul” atau “ addien ” sebagai kelompok agama Monoteistik Abrahamik (Abraham atau Ibrahim) atau Ibrahim Al-Hanif.
Sejarah awal kehidupan manusia dimulai dari manusia gua atau manusia penghuni gua jauh sebelum 40.000 SM. Sedangkan peradaban manusia mulai dikenal pada tahun setelah 40.000 SM. (Ensiklopedia Sejarah Budaya–Dunia Purba). Boleh dikatakan manusia awal bukanlah manusia sejati hal ini disebabkan karena otak mereka jauh lebih kecil daripada otak manusia modern.
Namun demikian manusia awal ini telah membangun nilai-nilai kepercayaan terhadap penciptanya dengan sangat sederhana. Keyakinan tersebut berwujud istilah Animisme dan Dinamisme.
Walaupun Wawasan (otak/akal) sangat sederhana tetapi nilai-nilai filosofi tentang religi awal telah terbentuk, dengan perwujudan nilai tentang “Penciptanya” (Tuhan) tersebut masih sangat sederhana tetapi secara Esensi sudah ada niat/etikat untuk merangkum suatu konsep religi yang masiv (belum sempurna) namun demikian proses pembentukan nilai-nilai spiritual tersebut mau tidak mau harus dilalui sebagai rangkaian penemuan Religi Awal.
Essensi mencari perlindungan kepada kekuatan-kekuatan alam dan roh leluhur menjadi symbol kemauan manusia untuk mencari Tuhannya (Penciptanya) walaupun masih kurang tepat pengertian yang diperoleh oleh manusia awal, tetapi ada semangat yang luar biasa (dorongan tersebut telah timbul dengan kesadaran naluriah) untuk terus menerus memperbaiki dan mewujudkannya.
Setelah peradaban terbentuk secara perlahan manusia telah menemukan cara bercocok tanam dan menjinakkan hewan, kemudian timbul kesadaran bahwa ada kekuatan mutlak di alam yang memberikan kesuburan, sehingga mereka meyakini para Dewi memberikan kehidupan bagi semua makhluk hidup di bumi dengan munculnya patung-patung Dewi Kesuburan, sebagai perwujudan masyarakat saat itu dalam mencari Tuhannya.
Pada masa ini wawasan manusia tentang Agama atau Religi disebut dengan wawasan Agama Paganisme yaitu agama- agama yang menyembah patung atau berhala.
Begitu banyak Tuhan atau Dewa yang digambarkan dalam suatu benda (berhala) yang fungsinya disesuaikan dengan kehidupan sosial masyarakat. Hanya saja di banyak Ensiklopedia sejarah dan budaya yang banyak tercatat hanya pada dua daerah (Geografis) yaitu Sekitar Mediterania dan Asia Timur. Sedangkan peradaban bangsa-bangsa diluar itu belum tercatat. Walaupun dalam penelitian Charles Darwin banyak Artifak-artifak Bangsa Afrika, Amerika (Maya,Inca,Aztec dll.), serta di Asia Tenggara (Jawa) telah muncul Peradaban-Peradaban Religi dan Budaya yang tidak kalah dengan peradaban bangsa Sumeria, Mesir kuno dan India (Lembah Hindus). Kita Maklumi saja karena religi Jawa kurang dipahami secara benar dan menyeluruh oleh bangsa dan masyarakat karena adanya penjajahan yang sangat panjang, tetapi ada pendapat bahwa religi Jawa telah hilang karena masyarakat Jawa terlalu toleran terhadap nilai-nilai religi (agama) yang masuk ke Nusantara dimulai sejak Zaman Indianisasi (Hinduisasi) sekitar 250 SM.
Kembali pada sejarah budaya dan religi pada masa paganisme berakhir dan perubahan paradikma religi yang kemudian muncul adalah agama-agama monoteistik di Babilonia dan sekitarnya (timur tengah /Arab), serta di timur sekitar Persia (India) muncul Hinduisme, Budhisme kemudian di Asia Timur (Tiongkok) muncul Confuse/confusius/kongfuse.
Pada masa ini ada pertentangan konsep religi Polytheistik dan Monotheistik yang akhirnya peradaban menyempurnakan nilai-nilai religi Monotheistik sebagai suatu pemikiran religi yang modern.
Karena proses perkembangan wawasan pemikiran manusia semakin hari semakin berkembang ditunjang kecerdasan yang cukup matang serta telah begitu luas cakupan wawasan dari peradaban maka filosofi monotheistik mulai menjadi satu-satunya alat pembenar bagi pencitraan atas Yang Maha Pencipta (Yang Maha Esa). Di Yunani ada konsep Theo, di Arab ada konsep Allah dan di India/Tiongkok ada konsep Dewa, tetapi secara keseluruhan essensinya sama. Walaupun teknisnya berbeda. Hal ini kadang-kadang menjadi alat yang strategis untuk digunakan oleh kekuatan-kekuatan yang tidak bijak dalam memecah belah masyarakat. Bagaimanakah wawasan religi yang berikutnya berkembang pada masyarakat post modern?
Hal tersebut akan dijawab oleh nilai-nilai religi Jawa (Nusantara) oleh para penghayat kepercayaan.
Ralph Waldo Emerson menyampaikan Tuhan berada di hati setiap ciptaannya.
Pada awalnya suatu religi hanya menjadi perenungan pencarian hakekat hidup manusia mencari Tuhannya. Namun demikian asal-usul pelahiran Religi mengikat secara keseluruhan sistem nilai kehidupan yang secara evolusi manusia telah mampu berpikir jernih terhadap Yang Maha Esa (Pencipta) atau Tuhan.
Kesempurnaan yang secara bertahap pencapaian peningkatan religi ini begitu menyentuh rasa kekaguman kita terhadap kegaiban Yang Maha Pencipta. Bagaimana insan manusia awal yang secara sederhana mengatasi kesulitan-kesulitan dalam masa-masa transisi perubahan peradaban yang kemudian mampu secara bijak merumuskan organ Religi yang sangat indah, hal tersebut semata-mata keinginan yang besar untuk bisa kembali kepada Yang Maha Pencipta sebagai sumber kehidupan. Setiap satu unit manusia dituntut menjadi manusia genial (genius) dalam memandang realitas religi agar bisa menjadi insan (titah) yang berdaya untuk menjelaskan nilai-nilai kebesaranNya dengan tidak meninggalkan tata krama antara Maha Pencipta dan yang diciptakan baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata sehingga setiap insan (titah) mampu menempatkan diri pada konsep wawasan tentang pengakuan hak-hak Pencipta secara benar dan tepat, tanpa melakukan fitnah terhadap Yang Maha Esa (Pencipta). Pandangan yang demikian sebagai suatu Doktrin nilai religi para penghayat kepercayaan yang ada di Jawa khususnya dan masyarakat luas kaum penghayat kepercayaan dunia.
Penghayat kepercayaan meyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa atau Yang Maha Pencipta Jagad Raya. Pengertian tentang religi di larang mendiskripsikan Tuhan dalam bahasa manusia atau memberi nama Tuhan Yang Maha Pencipta. Masyarakat Eropa menyebutnya The “X”Power sedangkan di Yunani terkenal dengan konsep Yang Mutlak (Absolut)-Kekal, dengan istilah Agnostisisme Yunani yang mengartikan Tuhan tidak bernama, yang menjelaskan bahwa kebesarannya tidak akan dapat diketahui dengan akal pikiran manusia tetapi manusia diharuskan dan wajib menyembah kepada-Nya.
Di Indonesia mengakui adanya Konsep Tuhan Yang Maha Esa atau menyebut dengan Yang Maha Pencipta. Sedangkan Agama-agama monotheistic yang berkembang di belahan jazirah Arab (Timur Tengah) dan India (Persia) serta Tiongkok (Asia Timur) menyebut Tuhan suatu yang bernama. Secara general di dalil agama Abrahamik Istilah Tuhan adalah Allah sedangkan di India Tuhan adalah Dewa demikian juga di Asia Timur.
Secara Keseluruhan maksudnya tetap sama yaitu konsep agama Monotheistik hanya tinjauan filosofinya saja yang berbeda dengan kata lain penghayat lebih cermat menyebut Tuhan Yang Maha Esa atau Tuhan Yang Maha Pencipta tanpa menyebut Nama-Nya. Sedangkan Agama-agama Arab dan Persia Menyebut Tuhan dengan Nama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kota Majapahit di Trowulan

Bahasa Jawa : Sekilas Asal-Usul Bentuk Kromo-Ngoko

Taliwangke dan Samparwangke