Berpikir cerdik, kritis dan ilmiah

Masa belajar di perguruan tinggi adalah masa yang penting bagi pengembangan nilai kepribadian. Anda akan ditantang menghadapi gagasan-gagasan dan filosofi baru. Anda akan membuat keputusan-keputusan pribadi dan karir yang akan mempengaruhi hidupnya. Salah satu pelajaran terpenting yang akan diperoleh di perguruan tinggi adalah mengatur waktu antara bekerja, belajar dan bersantai. Bila anda mampu mengembangkan manajemen waktu dan kemampuan belajar yang baik di awal masa perkuliahan, maka tahun-tahun perkuliahan berikutnya akan dijalani dengan sukses. Belajar menguasai materi suatu kuliah tentu saja penting, namun mempelajari cara belajar dan berpikir yang kritis, dalam beberapa hal, jauh lebih penting. Seperti usaha-usaha lainnya dalam kehidupan, upaya untuk berpikir kritis dan belajar efesien pada awalnya membutuhkan usaha dan waktu tambahan, tetapi ketika telah dikuasai, kemampuan-kemampuan tersebut akan menghemat banyak waktu anda di masa depan. Banyak fakta yang menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang sukses A. Pendahuluan secara akademis juga merupakan mahasiswa-mahasiswa yang sangat sibuk. Karena mereka memiliki banyak pekerjaan atau aktivitas ekstra-kurikuler, mereka harus dan mampu mengatur waktu secara efektif dan belajar efesien. Salah satu kunci utama untuk sukses dalam belajar di perguruan tinggi adalah menghindari menunda-nunda pekerjaan.. Dengan menentukan tujuan-tujuan yang jelas dan spesifik serta bekerja mencapainya dalam keteraturan, anda akan mampu mengurangi keinginan untuk menunda-nunda tersebut. B. Beberapa pengertian Menurut Pourwadarminta (1976): 1. Pikir : akal budi, pendapat 2. Berpikir: menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan dsb. sesuatu. 3. Cerdas: sempurna perkembangan akal budinya (pandai, tajam pikiran dsb) 4. Cerdik: lekas mengerti dan pandai mencari akal; pintar; berakal; panjang akal. 5. Licik: banyak akal yang buruk. Kelicikan: kepandaian memutar balik perkataan. 6. Kritis: berusaha menemukan kesalahan atau kekeliruan 7. Ilmiah: bersifat ilmu; secara ilmu pengetahuan Jadi definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa: 1. Berpikir ilmiah adalah menggunakan akal budi untuk mempertimbangkan, memutuskan, mengembangkan dsb. secara ilmu pengetahuan (berdasarkan prinsip-prinsip ilmu pengethuan. Atau menggunakan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. 2. Berpikir cerdik adalah menggunakan akal budi agar cepat mengerti suatu permasalahan yang sedang dihadapi dan mampu memberikan solusinya secara cepat dan tepat. 3. Berpikir kritis adalah menggunakan akal budi untuk menelaah sesuatu dengan hati-hati. Berpikir kritis didefinisikan sebagai ketetapan yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau menangguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan dan tingkat kepercayaan dengan mana kita menerima atau menolaknya. 4. Berpikir cerdik, kritis dan ilmiah adalah cara berpikir dengan menggunakan prinsip-prinsip logis, hati-hati, cepat dan tepat untuk menelaah suatu pernyataan atau permasahan, serta memberikan solusi yang cepat dan tepat. 5. Proses berpikir adalah suatu refleksi yang teratur dan hati-hati. Proses berpikir lahir dari suatu rasa sangsi (atau keyakinan) terhadap sesuatu dan keinginan untuk memperoleh suatu ketentuan, yang kemudian tumbuh menjadi suatu masalah yang khas. Masalah ini memerlukan pemecahan dan untuk itu dilakukan penyelidikan terhadap data yang tersedia dengan metode yang tepat.
Berpikir mengandung 2 unsur penting yaitu unsur logis dan unsure analitik. C. Mengembangkan kemampuan berpikir cerdik Berpikir cerdik berbeda dengan berpikir licik. Berpikir cerdik berarti kita menggunakan akal budi untuk mendapatkan cara-cara yang baik untuk mengatasi suatu permasalahan. Berbeda dengan berpikir licik yang berusaha menggunakan akalnya untuk mencari cara yang buruk untuk memutarbalikkan fakta. Memang, kadangkala amat sulit membedakan antara berpikir cerdik dan licik. Simak ceritera “Si Kancil” Ketika si Kancil tertangkap petani dan dikurung dalam “kurungan” ia tidak panik. Ia sadar bahwa ia akan di sembelih untuk santapan “sang Petani”. Ia kemudian berpikir bagaimana caranya melepaskan diri. Ia kemudian melihat kurungan dan menyimpulkan bahwa ia tidak mungkin mampu membuka kurungan. Apa akal? Selagi ia berpikir datanglah seorang anjing. Pada saat itu terlintaslah sebuah ide. “Ngapain kau kancil”, tanya anjing. “Aku mau dijadikan mantu oleh pak Tani”, jawab si Kancil. “Enak ya kamu Cil”, si Anjing iri. “Kamu mau dijadikan mantu?”, si Kancil memancing. “Mau!”, jawab anjing. “Kalau begitu, kau masuk ke dalam kurungan ini”, kata si Kancil. “Okey”, kata anjing dengan gembira. Simak pula ceritera Abunawas berikut ini. Baginda Raya Harun Al Rasyid memanggil Abunawas untuk meminta nasehat karena ia sudah sebulan tidak berselera makan. Abunawas berpikir sejenak. “Baginda, hamba punya saran. Di hutan Tutupan, ada kijang berbulu putih yang dagingnya sangat lezat. Baginda pasti sembuh. Syaratnya Baginda harus menangkapnya sendiri”, kata Abunawas. “Baik, besok kita berangkat”, kata Baginda Merekapun pergi berburu melalui jalan yang rumit. Baginda tampak lelah, haus dan lapar. Abunawas kemudian pergi memancing dan mendapatkan beberapa ekor ikan yang kemudian diberi garam dan asam serta memanggangnya. Bau harum semakin membuat baginda lapar. “Mari kita makan, Baginda”, ajak Abunawas. “Baik”, Baginda sangat berselera, dan memakan habis ikan tersebut. “Belum pernah aku memakan masakan selezat ini”. Mari kita lanjutkan berburunya”, ajak Baginda. “Maaf Baginda kijang itu tidak ada”, jawab Abunawas. “Lalu bagaimana dengan kesembuhan saya”, tanya Baginda. “Baginda telah sembuh dari penyakit baginda”, jawab Abunawas. Dari ceritera itu, dapat kita baca bahwa si Kancil berusaha menggunakan akal pikirannya untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Ia berhasil menemukan ide dengan cepat meskipun ia harus mengorbankan pihak lain. Cerdik atau licik? Berbeda dengan ceritera kedua dimana Abunawas dalam waktu yang singkat mampu mencarikan solusi untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh Baginda. Meskipun ceritera itu agak konyol, dapat dinyatakan bahwa Abunawar mampu berpikir cerdik. Memecahkan masalah dengan tepat dalam waktu yang cepat. C.1. Strategi berpikir cerdik Ada 8 strategi yang dapat mendorong cara berpikir anda lebih produktif untuk memecahkan masalah: 1. Lihatlah persoalan anda dengan berbagai cara yang berbeda dan cari perspektif baru yang belum perbah dipakai oleh orang lain (atau belum diterbitkan). 2. Bayangkan 3. Hasilkan! Karakteristik anak jenius yang membedakan adalah produktivitas. 4. Buat kombinasi-kombinasi baru. Kombinasikan, dan kombinasikan ulang ide-ide, bayangan-bayangan dan pikiran-pikiran ke dalam kombinasi yang berbeda, tidak peduli akan keanehan atau ketidakwajaran. 5. Bentuklah hubungan-hubungan; buatlah hubungan antara persoalan-persoalan yang berbeda. 6. Berpikir secara berlawanan 7. Berpikir secara metafora 8. Persiapkan diri anda untuk menghadapi kesempatan. D. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Hanya sedikit hal dalam hidup ini yang berupa hitam dan putih. Sehingga sangat penting untuk mampu melihat segala sesuatu dari berbagai sisi hingga mampu mencapai kesimpulan yang logis. Salah satu hal penting yang akan anda pelajari di perguruan tinggi adalah berpikir kritis dan tidak menerima apa yang anda lihat dan dengar secara seketika. Berpikir kritis sangat penting dalam mempelajari materi baru dan mengaitkannya dengan apa yang telah anda ketahui. Meskipun anda tidak mengetahui semuanya, anda dapat belajar untuk bertanya secara efektif dan mencapai kesimpulan yang konsisten dengan fakta. · Ketika anda menjumpai fakta, gagasan atau konsep baru, pastikan anda memahami dan mengetahui istilah-istilah yang ada. · Pelajari bagaimana fakta atau informasi diperoleh. Apakah diperoleh dari percobaan, apakah percobaan tersebut dilakukan dengan baik dan bebas bias? Dapatkah percobaan itu diulangi? · Jangan terima semua pernyataan pada secara seketika. Apakah sumber informasi tersebut dapat dipercaya? · Pertimbangkan apakah kesimpulan mengikuti fakta? Bila fakta tidak mendukung kesimpulan, ajukan pertanyaan dan tentukan kenapa demikian. Apakah argumen yang dipergunakan logis atau mengambang? · Terbuka terhadap gagasan baru. Contoh terkenal adalah teori tektonik lempeng. Meskipun prinsip-prinsip dasarnya telah diketahui pada awal abad 20, namun teori tersebut baru diterima kalangan luas setelah tahun 1970-an setelah bukti-bukti yang berlimpah. Lihatlah pada gambaran yang besar untuk menentukan bagaimana berbagai unsur dalam topik tersebut dihubungkan. Sebagai contoh, bagaimana pembangunan sebuah bendungan akan mempengaruhi bentuk sungai? Apa yang akan terjadi pada pantai di mana sungai tersebut bermuara? Salah satu pelajaran yang sangat penting (yang juga membedakan geologi dengan ilmu lainnya) adalah bagaimana saling keterkaitan dan ketergantungan berbagai sistem di Bumi ini. Ketika anda mengubah salah satu, anda akan mengubah berbagai hal lainnya pula. C.1. Karakteristik pemikir kritis - jujur terhadap diri sendiri - melawan manupulasi - mengatasi kebingungan (confusion) - mereka selalu bertanya - mereka mendasarkan penilaiannya pada bukti - mereka mencari hubungan antar topik - mereka bebas secara intelektual C.2. Strategi untuk membaca secara kritis Tanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut pada diri anda sendiri: - Apa topiknya? - Kesimpulan apa yang diambil oleh pengarang tentang topik tersebut? - Alasan-alasan apa yang diutarakan pengarang yang dapat dipercaya? - Apakah pengarang menggunakan fakta atau opini? - Apakah pengarang menggunakan kata-kata netral atau emosional? E. Mengembangkan berpikir ilmiah Sejak sekolah dasar sampai perguruan tinggi (terutama di perguruan tinggi) pelajar itu diajar agar berpikir ilmiah, yaitu berpikir logis-empiris. Di perguruan tinggi, sebelum mahasiswa mengadakan penelitian untuk menulis skripsi atau tugas akhir, mereka belajar Metodologi Riset, di situ mereka pasti diajari metode ilmiah (scientific method). Rumus metode ilmiah ialah logico-hypotetico-verificatif. Artinya, sesuatu yang benar itu haruslah logis dan didukung data empiris. Metode ilmiah inilah yang merupakan grand theory yang darinya diturunkan metode-meatode penelitian. Rumus logico-hypotetico-verifikatif adalah tulang punggung teori penelitian ilmiah, sedangkan penelitian ilmiah itu adalah cara yang sah dalam memperoleh kebenaran ilmiah. E.1. Metode ilmiah Kerja memecahkan masalah akan sangat berbeda antara seorang sarjana dengan seorang awam. Seorang sarjana selalu menempatkan logika serta menghindarkan diri dari pertimbangan subyektif. Sebaliknya bagi orang awam, kerja memecahkan masalah dilandasi oleh campuran pandangan perorangan ataupun dengan apa yang dianggap masuk akal oleh banyak orang. Dalam menelaah, seorang sarjana dapat saja mempunyai teknik, pendekatan ataupun cara yang berbeda dengan seorang ilmuwah lainnya. Tetapi kedua sarjana tersebut tetap mempunyai satu falsafah yang sama dalam memecahkan masalah, yaitu menggunakan metode ilmiah. Dapat didefinisikan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Metode ilmiah dalam menelaah atau meneliti mempunyai criteria serta langkah-langkah tertentu dalam bekerja, seperti tertera dalam skema di bawah ini. Metode Ilmiah Kriteria Langkah-langkah 1. Berdasarkan fakta. 2. Bebas dari prasangka 3. menggunakan prinsip-prinsip analisis 4. menggunaksn hipotesis 5. menggunakan ukuran obyektif 6. menggunakan teknik kuantifikasi 1. memilih dan mendefinisikan masalah 2. surevi terhadap data yang tersedia 3. memformulasikan hipotesis 4. membangun kerangka analisis serta alat-alat dalam menguji hipotesis 5. mengumpulkan data primer 6. mengolah, menganalisis serta membuat interpretasi. 7. membuat generalisasi dan kesimpulan Sistematika dalam metode ilmiah sesungguhnya merupakan manifestasi dari alur berpikir yang dipergunakan untuk menganalisis suatu permasalahan. Alur berpikir dalam metode ilmiah memberi pedoman kepada para ilmuwan dalam memecahkan persoalan menurut integritas berpikir deduksi dan induksi. E.2. Pola berpikir induktif dan deduktif Pada hakekatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara berpikir ini bersifat relatif atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjana atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak yang tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah. Induksi merupakan cara berpikir untuk menarik suatu kesimpulan yang bersifat umum dari kasus-kasus yang bersifat individual. Sementara deduktif merupakan cara berpikir yang berpangkal dari pernyataan umum, dan dari sini ditarik kesimpulan yang bersifat khusus. Contoh induktif Contoh 1. Proposisi 1: Si A “titip tanda tangan daftar hadir” pada si C agar memenuhi syarat kehadiran kuliah 75% untuk dapat mengikuti ujian. Proposisi 2: Karyawan X nampak bekerja giat pada saat mandornya mengawasinya, tetapi jika tidak diawasi ia santai saja. Proposisi 3: Dosen Q “titip” mencetakkan kartu hadirnya ke dalam time recorder agar tidak ketahuan kalau datangnya tidak pagi dan pulangnya belum siang. Proposisi 4: Pada saat rapat Kepala Bagian, K tidak pernah mengajukan keberatan-keberatan karena takut dianggap pembangkang dan tidak loyal. Kesimpulan: Sikap munafik (hipokrit) terjadi karena ketakutan akan sangsi. Contoh 2. Proposisi 1: Si T selalu mengikuti kuliah karena menganggap kuliah yang diberikan dosen itu menarik dan amat penting isinya. Proposisi 2: Si U selalu hadir mengikuti penataran walaupun ia menganggap isinya tidak berguna baginya, karena penataran itu menjadi salah-satu syarat bagi kenaikan pangkatnya. Proposisi 3: Si Z selalu mengikuti kuliah Pak Q karena ia takut jika tidak hadir akan merusakkan hubungannya dengan keponakan Pak Q Kesimpula 1: Kesediaan mengikuti kegiatan pendidikan tergantung pada persepsi mengenai manfaatnya. Kesimpulan 2: Motif orang mengikuti kegiatan pendidikan tidak selalu sama. Kesimpulan-kesimpulan di atas bisa ditingkatkan menjadi teori: Teori 1: Kemunafikan terjadi karena sikap otoriter atasan. Teori 2: Kesediaan melakukan sesuatu dipengaruhi oleh persepsi mengenai manfaat sesuatu. Teori 3: Motivasi orang melakukan sesuatu tidak selalu sama. Jika ketiga teori itu dipadukan, akan menjadi kesimpulan yang bunyinya: “Perilaku seseorang tergantung pada situasi, persepsi dan motivasi. Contoh deduktif Contoh 1. Proposisi 1: Perilaku merupakan fungsi motif (teori: asumsi) Proposisi 2: Banyak mahasiswa tidak mau aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan. (perilaku: gejala empirik). Kesimpulan: Ada motif mengapa mahasiswa tidak mau aktif dalam organisasi kemahasiswaan. Cohtoh 2. Proposisi 1: Peran serta bergantung pada iklim demokrasi. Proposisi 2: Peran guru-guru dalam kegiatan administrasi pendidikan sangat tinggi. Kesimpulan: Atasan para guru bersikap demokratik. Contoh mendedusi yang salah Proposisi 1: Manusia merupakan makhluk social yang suka hidup berkelompok dan ada pemimpin di dalamnya. Preposisi 2: Semut suka hidup berkelompok dan di dalamnya ada pemimpinnya. Kesimpulan: Manusia itu tergolong semut. Orang Cerdas Yang Cerdik Konon, ada pejabat menyuruh orang mengukur tinggi tiang bendera. Tanpa pikir panjang dia memanjat tiang sambil mengukur tiang bendera tadi menggunakan meteran. “Lho, kalau ngukur jangan begitu. Bahaya. Kalau roboh bagaimana?,” tanya pejabat tadi khawatir. “Bapak ini bagaimana. Tadi saya disuruh ngukur tingginya tiang ini, Tetapi setelah saya ukur tidak boleh, maksud bapak bagaimana? “Silahkan diukur, tetapi caranya jangan begitu, itu keliru! Tidak usah naik. Cukup dirobohkan, baru diukur dengan meteran sehingga tidak berbahaya.” jelasnya, “Bapak ini kelihatannya cerdas, ternyata bodoh, Bapak tidak bisa membedakan tinggi dengan panjang, Kalau tinggi arahnya ke atas pak, kalau panjang arahnya ke samping, Nah, kalau tiang bendera ini saya robohkan, berarti saya ngukur panjangnya, bukan ngukur tingginya. Bapak tadi kan menyuruh ngukur tingginya bukan panjangnya” Nah, sepenggal percakapan ini menunjukkan bahwa orang itu memang cerdas. la bisa membedakan tinggi dengan panjang secara tepat dan cepat. Sedang pejabat tadi larut pada argumentasi orang tadi sehingga dia juga merasa salah. Kemampuan seperti orang tadi, bukan hanya cerdas, tetapi cerdik, Dia bisa matikan lawan bicara, tak berkutik, Apa bedanya cerdas dan cerdik, lihai atau yang lain ? Dr. Siswono Yudo Husodo mengatakan, intelektual seseorang itu ada tingkatannya, Dari sisi positip, ada cerdas, cerdik, lihai, dan kemudian kalau tidak hati‑hati‑bisa menjadi licik, katanya. Terkait dengan pemimpin bangsa, Indonesia butuh pemimpin yang cerdas, cerdik, dan lihai. Tetapi, lanjut dia tidak boleh ada pemimpin yang licik. Negeri yang dipimpin orang licik bisa menyebabkan kerusakan. Cerdas itu penting sebab memimpin negeri dengan penduduk 220 juta jiwa butuh kemampuan intelektual tinggi. Lebih sempurna, kalau pemimpinnya cerdik. Yaitu, mampu mewujudkan kecerdasannya dalam kepemimpinan. Pemimpin yang cerdik, kata Hamka tidak berlama‑lama berpikir, merenung dan mencari jawaban jika ditanya sesuatu atau menghadapi persoalan pelik. Dia cekatan. Selanjutnya, perlu ditingkatkan satu lagi menjadi lihai. Pemimpin yang lihai, tidak akan mudah didikte bangsa lain. la bisa memainkan peran-peran di dunia global yang menuntut kelihaian tinggi. Jika tidak, maka seluruh negeri akan menjadi bulan‑bulanan bangsa lain. Prof . Syafii Maarif, mengatakan di dunia kepemimpinan, ibarat seorang nahkoda, Ada nahkoda yang hanya bisa menjalankan kapal di atas air tenang, tidak ada hempasan gelombang. Dalam suasana tenang dia bisa, tetapi gugup ketika ada badai menghempas. Ada juga nahkoda yang mampu mengarungi lautan dengan tegar, lihai, dan bisa mencari celah gelombang sehingga bisa melaju dengan tenang di tengah gelombang besar yang menghempas. Bisa ditebak, kalau di tengah hempasan gelombang bisa menjalankan kapalnya dengan tenang, maka akan lebih mudah lagi menjalankan kapalnya di atas air tenang tanpa gelombang. Nah, nahkoda yang dimaksud seperti apa? Tanya saja pada orang yang cerdas, cerdik, dan lihai. Atau, bisa juga Anda tanyakan pada hati nurani. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering juga menggunakan ungkapan atau kata “ cerdik “. Sering kita mengunakannya dengan sinonim bahasa daerah masing-masing. Misalnya dalam masyarakat Minang, kata cerdik diungkapkan dengan kata cadiak . Dalam bahasa daerah yang lain saya tidak tahu, tapi sudah jelas dan pasti ada. Untuk memahami arti kata cerdik sering menggunakan sebuah kisah atau sekelumit cerita pendek tentang peristiwa yang dialami seseorang. Boleh juga menggunakan cerita dongeng, semisal cerita kancil dan buaya atau kancil dengan monyet. Dalam masyrakat kita di timur, Kancil digunakan sebagai simbol atau penyandang atribut cerdik. Kita ambil sedikit cerita dari sebuah kisah (dongeng), …. disaat Kancil sampai dekat sungai dia berseru kepada Buaya , wahai Buaya ! saya diperintah oleh Raja untuk menghitung jumlah kalian yang ada di sungai ini……., maka berbarislah kalian sampai ke seberang sana supaya saya mudah menghitungnya….Setelah Kancil mulai menghitung satu persatu, dia melompat dari atas punggung Buaya yang satu ke atas punggung Buaya berikutnya. maka sampailah sang Kancil ke seberang sungai. Kemudian Kancil mengucapkan terima kasih dan terus pergi…. Dalam cerita tersebut kancil memperlihatkan kecepatan dan akurasi berfikir untuk menyelesaikan masalah (yakni melanjutkan perjalanan melintasi sungai). Dalam hal ini terkandung dua makna, pertama kecepatan berfikir dan akurasi solusi. Dan kedua terkandung makna kemampuan berdusta tanpa disadari oleh yang didustai. Maka disini cerdik bermakna kemampuan mengambil keputusan untuk memilih metodologi dan melaksanakan tindakan yang mendatangkan keutungan dengan memanfaat situasi dan kondisi yang ada. Contoh yang lain dapat juga kita ambil dari penggalan cerita perjanjian Nabi Muhammad dengan Kafir Qurasy Makkah….. Bila orang Kafir Qurasy datang ke Madinah dibolehkan kembali ke Makkah. Tapi sebaliknya bila pengikut Nabi yang datang ke Makkah tidak boleh kembali ke Madinah. Itulah sebuah kecerdikan nabi membuat perundingan. Dalam masa perundingan yang seperti itu Nabi memperoleh keuntungan yang sangat strategis, yakni dengan mengambil manfaat dari situasi dan kondisi yang ada. Dengan kondisi seperti itu Nabi mempersiapkan para sahabat yang mampu berdakwah dengan bijaksana untuk didatangkan ke kota Makkah. Disamping itu juga bila datang orang kafir Qurasy ke Madinah Nabi dan para sahabat dapat melayani mereka dengan baik. Bila orang-orang ini kembali ke Makkah mereka dapat menceritakan kepada kaum kerabatnya tentang kebaikan Nabi dan para Sahabatnya. Dalam keadaan seperti itu Nabi memperoleh dua keuntungan strategi dakwah. Maka kecerdikan Nabi juga bermakna kemampuan mengambil manfaat dari situasi dan kondisi yang ada (yang disepakati). Manfaat yang di peroleh Nabi tidak disadari oleh Kafir Qurasy. Namun kaum Kafir Qurasy tidak merasa rugi, bahkan mereka juga merasa beruntung. Dengan dua contoh diatas dapat di fahami bahwa cerdik adalah merupakan kemampuan mengambil keputusan untuk memecahkan masalah (yang berhubungan dengan orang lain) yang mendatangkan keuntungan baik untuk diri sendiri maupun untuk kelompok. Biasanya dalam kehidupan sehari-hari terdapat dua sifat dari kecerdikan. Pertama cerdik yang bernilai negatif, sering disebut dengan cerdik buruk. Kedua cerdik yang bernilai positif atau disebut juga dengan cerdik elok. Kalau cerdik buruk artinya disaat kita mengambil keputusan dalam memecahkan masalah keuntungan yang kita peroleh berada diatas kerugian di fihak orang lain. Artinya tindakan yang diambil dengan memanfaatkan kelemahan atau kebodohan (ketidak tahuan) orang lain. Misalnya seseorang ingin mendapatkan sesuatu (jabatan) dia mencari kawan untuk membantu atau mendukung usahanya itu. Berbagai bujuk rayu dilakukan. Tapi setelah maksudnya tercapai, orang yang mendukungnya tadi tidak di pedulikannya lagi, mereka merasa tertipu. Mungkin contoh yang lain akan mudah di jumpai dalam kehidupan kita. Tapi sebaliknya cerdik elok semua orang menyenanginya. Kecerdikan ini mengambil keputusan atau tindakan dengan memanfaatkan situasi dan kondisi dari suatu persaingan atau kompetisi dengan tidak menimbulkan kerugian di fihak orang lain. Baik kerugian material maupun kerugian perasaan. Orang lain akan memberikan pengakuan atas keunggulan kita. Ya contohnya juga banyak sekali, dan mudah di temui dalam kehidupan kita. Yang perlu sekali kita fahami dari makna cerdik ini adalah kecepatan proses berfikir, ketepatan atau akurasi keputusan dan tindakan yang diambil. Akurasi keputusan harus didukung dengan pemilihan metodologi yang cocok untuk itu. Terkhir adalah keuntungan atau manfaat yang diperoleh memuaskan. Harian Republika terbitan hari jum’at tanggal 19 maret 2010 memberitakan sebagai berikut; HAARLEM–Pengadilan di kota Haarlem, Belanda membebaskan pilot Swedia yang selama bertahun-tahun menerbangkan pesawat tanpa memiliki ijazah yang berlaku. Pengadilan tidak melihat alasan untuk menahannya lebih lama. Pria Swedia berusia 42 tahun itu ditangkap di Schiphol 2 Maret lalu ketika hendak mengemudikan Boeing 737. Ternyata selama 13 tahun, ia mengemudikan pesawat untuk berbagai maskapai penerbangan di Belgia, Inggris, dan Italia, tanpa memiliki brevet yang berlaku. Selama periode itu, ia sudah ribuan kali terbang. Pria tersebut pernah memiliki brevet terbang, tapi tidak untuk mengemudikan pesawat penumpang. Di samping itu, brevet tersebut sudah kedaluwarsa. Nah, contoh kasus ini cerdik juga kan ???

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kota Majapahit di Trowulan

Bahasa Jawa : Sekilas Asal-Usul Bentuk Kromo-Ngoko

Taliwangke dan Samparwangke